contactscience.org – Luka manusia membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh dibandingkan hewan, terutama primata. Diungkapkan pada sebuah penelitian terbaru dari profesor Universitas Ryukyu, Jepang. Temuan ini berkaitan dengan sejarah evolusi manusia, di mana manusia kehilangan bulu tubuh dan mengembangkan lebih banyak kelenjar keringat.
Perbedaan Kemampuan Regenerasi Manusia dan Hewan
“Baca juga : Hujan Deras Guyur Bogor, Status Bendung Katulampa Siaga 4”
Cedera atau luka merupakan bagian alami dari kehidupan semua makhluk hidup. Namun, kemampuan pulih dengan cepat sangat penting untuk bertahan hidup. Hewan di alam liar menghadapi risiko infeksi dan gangguan aktivitas sehari-hari akibat luka. Misalnya, luka di mulut dapat mengurangi asupan makanan, sedangkan luka di kaki menghambat pergerakan untuk mencari mangsa atau melarikan diri dari predator.
Proses penyembuhan luka membutuhkan energi, protein, dan karbohidrat untuk regenerasi jaringan. Di alam, sumber daya ini tidak selalu tersedia secara melimpah. Akibatnya, hewan harus memprioritaskan antara penyembuhan, pertumbuhan, atau reproduksi. Kemampuan menyembuhkan luka dengan cepat menjadi kunci kelangsungan hidup mereka.
Penelitian Membandingkan Kecepatan Penyembuhan
Peneliti Akiko Matsumoto-Oda melakukan studi setelah mengamati babun di Kenya yang pulih dengan cepat dari luka akibat perkelahian. Ia lalu membandingkan kecepatan penyembuhan luka manusia dengan mamalia lain, termasuk tikus, mencit, dan empat spesies primata: simpanse, babun zaitun, monyet vervet, dan monyet Sykes.
Tim peneliti melibatkan 24 pasien manusia yang baru menjalani operasi pengangkatan tumor kulit. Mereka juga membius hewan-hewan uji dan membuat luka bedah sepanjang 4 cm. Selain itu, mereka mengamati luka alami pada lima simpanse yang dipelihara.
Hasil pengamatan harian menunjukkan bahwa luka manusia sembuh dengan kecepatan rata-rata 0,25 mm per hari, sementara hewan mencapai 0,61 mm per hari. Tidak ada perbedaan signifikan dalam kecepatan penyembuhan antara primata non-manusia, tikus, atau mencit.
Evolusi Kulit Manusia Sebagai Penyebab
Para peneliti menyimpulkan bahwa penyembuhan luka yang lambat pada manusia merupakan hasil adaptasi evolusi. Manusia kehilangan bulu tubuh dan mengembangkan kelenjar keringat lebih banyak untuk mengatur suhu tubuh. Perubahan ini mengurangi perlindungan alami kulit, meningkatkan risiko cedera, dan memperlambat proses penyembuhan.
Meski begitu, manusia mengimbangi kelemahan ini dengan dukungan sosial. Bukti arkeologis menunjukkan nenek moyang kita seperti Homo erectus dan Neanderthal mampu bertahan hidup meski memiliki luka serius berkat bantuan kelompok. Contohnya, seorang Neanderthal dengan luka parah di lengan dan kepala tetap hidup hingga usia paruh baya karena mendapat perawatan dari komunitasnya.
Perlunya Penelitian Lebih Lanjut
Tim peneliti menekankan bahwa temuan ini membutuhkan studi lebih mendalam. Mereka menyarankan integrasi data genetik, seluler, morfologi, dan fosil untuk memahami sepenuhnya penyebab perbedaan kecepatan penyembuhan. Dengan pendekatan komprehensif, ilmuwan bisa mengungkap lebih banyak misteri evolusi manusia terkait regenerasi jaringan.
“Baca juga : Perbedaan Utama antara Olahraga Padel dan Tenis”
Studi ini memberikan wawasan baru tentang mengapa manusia lebih rentan terhadap luka dan bagaimana nenek moyang kita beradaptasi dengan keterbatasan tersebut.